Teori senyawa cinta menyebutkan persenyawaan dua insan pecinta menghasilkan se(buah)nyawa turunan. Teori ini eksis dari zaman primitif hingga mungkin akhir zaman, di belahan bumi mana pun. Termasuk pria di sebelahku, si dia tercinta. Sayangnya tidak diriku.
Sampai seorang wanita dengan se(buah)nyawa berusia balita mencuri perhatian si dia. Aku pun melakukan sesuatu yang melibatkan stiletto merah yang kumasukkan dalam salah satu unsur senyawa cinta kami (lupakan killing effect pada kaki. Catat: barang seksi untuk aktivitas seksi). Namun teori senyawa cinta klasik telah terwariskan. Dan wanita berikut turunannya itu menjadi duri dalam daging.
Aku harus melakukan sesuatu. Sesuatu yang lebih dari stiletto merah. Jatuh hatiku kemudian kepada si kecil Malda di rumah asuh mengarahkan si dia pada anggapan aku telah sudi untuk meramu se(buah)nyawa turunan bersama di masa mendatang. Namun trauma masa silam terlalu depresif untuk diabaikan, sementara membuat si dia pergi jelas bukan pilihan. Aku bimbang.
Ekses dari kuatnya cinta tidak selamanya menyenangkan(ku).
*Lusiwulan telah menelurkan tujuh novel. Novel Stiletto Merah, Senyawa Cinta, Alasan Sentimentil memuat pikiran-pikirannya tentang menjadi wanita. Wanita yang berhak atas pilihan di antara garis-garis normatif yang mendoktrin. Ia mengajak pembaca untuk merenungkan kembali makna kata “wanita seutuhnya”. Menurutnya, wanita yang memiliki ruang untuk memilih, itulah wanita seutuhnya.
***
Dia adalah lelaki yang hidup bersamaku selama tiga belas tahun. Aku pikir dia siapa ? Ternyata suami-nya.
Novel ini menceritakan seorang wanita -Runa- yang belum ingin mempunyai seorang anak, padahal kehidupan rumah tangganya berjalan 4 tahun, sedangkan suaminya -si dia malah pengen banget punya anak. Dilema antara ketetapan hati dan kompromi dengan pasangan hidup.
Menurut aku sih buku ini beda ya dengan buku Lusiwulan sebelumnya, agak lebih dewasa gitu deh.. Novelnya bagus, ada kocaknya juga, seru deh buat dibaca :)
0 komentar:
Posting Komentar